Sabtu, 13 Desember 2014

Tugas 4: Opini Tentang Job Seeker dan Job Creator

OPINI TENTANG JOB SEEKER DAN JOB CREATOR

Job Seeker ( pencari kerja )
Adalah seseorang yang mencari pekerjaan atau bekerja dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ketika kita memilih menjadi job seeker, maka kita kembali dihadapkan pada pilihan jenis pekerjaan. Apakah jenis pekerjaan yang kita inginkan? Linear dengan ilmu yang kita pelajari atau justru sebaliknya. Keduanya baik dan punya konsekuensi masing-masing.
Pekerjaan yang linear  dengan ilmu yang sebelumnya kita pelajari memberikan kita kesempatan untuk mengaplikasikan langsung ilmu tersebut serta dapat mengembangkannya dengan lebih nyata. Pekerjaan seperti ini lebih mudah untuk kita beradaptasi karena kita telah memiliki ilmu basicnya.
Berbeda halnya dengan jenis pekerjaan yang tidak linear dengan disiplin ilmu kita. Di sini penuh tantangan dan dibutuhkan kecakapan untuk belajar dengan cepat serta tekanan yang lebih besar. Meski demikian, pekerjaannya akan memberikan pengalaman baru serta ilmu baru bagi kita. Modal utamanya adalah kemampuan untuk beradaptasi, bersosialisasi, berkomunikasi, serta keinginan yang kuat untuk menakhlukan setiap hal yang notabennya baru bagi diri kita.
Setelah memilih jenis pekerjaan, hal berikutnya yang akan kita hadapi adalah jenis instansi/kantor tempat di mana kita akan bekerja. Pemilihan tempat untuk bekerja tidaklah mudah karena kita dihadapkan pada keterbatasan kesempatan kerja dan jumlah instansi yang ada untuk menampung kita. Dalam hal ini, sebagai generasi muda, umumnya akan sangat labil. Ada yang memilih tempat kerja karena gengsi dan adapula karena kesenangan hati. Keduanya sangat bertolak belakang dan konsekuensinya tidaklah mudah. Pada umumnya kita memilih pekerjaan rata-rata karena mengedepankan gengsi, bukan hati. Kita bekerja demi penilaian orang lain. Kita mengabaikan suara hati. Inilah mengapa bekerja menjadi sesuatu yang justru membuat kita berujung pada stress. Karena kita tidak menikmati pekerjaan itu. Kalau kita senang, maka pekerjaan pasti dapat diselesaikan dengan baik. Dan ketika pekerjaan diselesaikan dengan baik, berarti kita memberikan hasil kerja yang baik. Ini tentu akan membuat kita lebih puas dan secara tidak langsung peningkatan karir akan datang dengan mudahnya, bahkan tanpa di duga-duga.
Tapi jika dibandingkan dengan Job Creator yaitu pencipta pekerjaan maka lebih baik dari pada Job Seeker yang mencari kerjaan, karna disamping mengurangi tingkat penggangguran di negara ini Job Creator juga memberikan tantangan, tambahan ilmu, serta motivasi.
Kenyataan bahwa sebagaian besar para lulusan Perguruan Tinggi cenderung sebagai pencari kerja (job seeker) daripada sebagai pencipta lapangan pekerjaan (job creator), yang disebabkan karena :
*      Kurang nya informasi, dukungan, motivasi dan pengetahuan tentang kewirausahaan.
*      Kurangnya informasi, dukungan dan pengetahuan dari pemerintah, keluarga dan tempat pendidikan tentang dunia kewirausahaan.
Beberapa alasan-alasan tersebut di atas menyebabkan mereka didorong untuk  menjadi pegawai negeri atau swasta setelah lulus dari Perguruan tinggi, belum ada dukungan yang maksimal baik dari keluarga, pemerintah maupun dunia Pendidikan untuk mandiri atau berwirausaha.
Karena sistem pembelajaran yang di terapkan di perguruan tinggi saat ini lebih terfokus pada bagaimana menyiapkan para mahasiswa yang cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan, bukan sebagai lulusan yang siap bekerja dengan menciptakan pekerjaan.

Job Creator ( Pencipta Kerja )
Adalah seseorang yang menciptakan lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja.
Menjadi Job Creator berarti mengurangi penggangguran karena dapat membuka peluang kerja bagi orang lain. Membantu diri kita secara mandiri dan juga membantu orang lain untuk bekerja. Job Creator membuat kita lebih berkreatif dan tantangannya lebih besar dalam mengambil resiko, menciptakan lapangan pekerjaan, mengatur karyawan, dan mempunyai tanggung jawab yang besar bukan hanya terhadap wirausahanya tetapi juga terhadap karyawannya.
Berwirausaha berarti menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada dan bermakna bagi manusia melalui tindakan kreatif dan inovatif. Wirausahaan cenderung menggunakan kemampuannya untuk melakukan dan membangun suatu kegiatan. Seorang wirausahawan yang tahu bagaimana menemukan sesuatu, merangkai, dan berkreativitas tinggi.
Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, dan optimisme. Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik, dan memiliki inisiatif.

Perbedaan yang dapat dilihat pada saat jadi pengusaha dan  menjadi karyawan yaitu:
Pengusaha :
*      Membuka lapangan pekerjaan
*      Mandiri dan independen
*      Bebas
*      Lebih kreatif dan dinamis
Karyawan :
*      Terikat waktu dan tugas
*      Tidak independen
*      Tidak bebas
*      Hanya menjadi “ pelayan” bagi atasan





Senin, 01 Desember 2014

Tugas 3 : Analisis Jurnal Tentang " Kecurangan (Fraud) "

TUGAS 3: Analisis Jurnal “ Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Melalui Faktor Risiko Tekanan Dan Peluang “

Ringkasan Jurnal :
Judul               : Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Melalui Faktor Risiko Tekanan Dan Peluang .
Penulis             : Martantya, Daljono
Universitas      : Universitas Diponegoro
No. Jurnal        : Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 1-12

ABSTRACT
This study aims to obtain empirical evidence about the effectiveness of the fraud triangle is pressure, opportunity, and rationalization in detecting financial statements fraud. Based on the theory of fraud triangle Cressey adopted in SAS 99, the researchers developed a variable that can be used to proxy the size of the components of the pressure and opportunity. The variables of the fraud triangle used is pressure consisting of financial stability are proxied by asset growth (AGROW), external pressure are proxied by leverage (LEV), managerial ownership are proxied by the presence or absence of share ownership by insiders (OSHIP), and financial targets are proxied by the return on assets (ROA), and opportunity consisting of effective monitoring proxied by theproportion of independent commissioners (IND). Data on indications of financial statements fraud in this study obtained from the annual report and press releases Bapepam during 2002 - 2006 as the dependent variable. Total sample was 62 companies, consisting of 31 companies who violated Bapepam contain elements of fraud as well as sanctions, and 31 companies that are not financial statements fraud (based on the type of industry and the total assets of the same). Testing the hypothesis used the logistic regression method. The results of this study indicated that financial stability are proxied by asset growth and financial targets proxied by ROA significantly related to the possibility of financial statements fraud. While external pressure, managerial ownership, and ineffective monitoring did not significantly influence the likelihood of financial statements fraud, and the size of the company can not be used as control variables in this study.

Keywords: financial statements fraud, fraud triangle, pressure, opportunity

Latar Belakang
Laporan keuangan memberikan segala informasi keuangan mengenai bagaimana posisi keuangan perusahaan, bagaimana kinerja perusahaan selama ini, serta bagaimana arus kas entitas perusahaan yang berguna bagi para pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan tidak hanya sekadar kumpulan angka-angka, namun menjadi alat untuk beberapa pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Menurut FASB (Hendriksen, 2009), pengguna laporan keuangan adalah para pemegang saham, investor lain, dan kreditor.
Tujuan perusahaan menerbitkan laporan keuangan sesungguhnya ingin menampilkan keadaan perusahaan yang terbaik. Namun, motivasi tersebut dapat menyebabkan terjadinya tindakan kecurangan laporan keuangan yang dilakukan perusahaan. Tindakan kecurangan pada laporan keuangan tersebut menyebabkan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan menjadi tidak relevan dan menyebabkan salah saji material, yang dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Ketika perusahaan menyajikan informasi yang tidak material, maka informasi keuangan tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan ekonomi karena analisis yang dilakukan tidak berdasarkan informasi yang sebenarnya.
Di Indonesia, Bapepam menemukan sejumlah perusahaan yang terdeteksi melakukan kecurangan (fraud). Berdasarkan indikasi oleh Kementerian BUMN dan pemeriksaan Bapepam (Bapepam, 2002) ditemukan adanya salah saji (overstatemet) dalam laporan keuangan yaitu pada laba bersih PT Kimia Farma Tbk (KF) untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001. Salah saji ini terjadi dengan cara melebihsajikan penjualan dan persediaan pada 3 unit usaha, dan dilakukan dengan menggelembungkan harga persediaan yang telah diotorisasi oleh direktur produksi untuk menentukan nilai persediaan pada unit distribusi PT KF per 31 Desember 2001 (Bapepam, 2002). Selain itu manajemen PT KF melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 2 unit usaha. Dari kasus Kimia Farma ini dapat diketahui bahwa perusahaan menggunakan ROA sebagai “alat” untuk memanipulasi laporan keuangan.
Banyaknya kasus fraud yang ditangani Bapepam menjadi bukti bahwa terdapat kegagalan audit dalam mendeteksi adanya kecurangan laporan keuangan. Cressey (dikutip oleh Skousen et al., 2009) menyimpulkan bahwa kecurangan secara umum mempunyai tiga sifat umum, yaitu tekanan, peluang, dan rasionalisasi yang disebut sebagai fraud triangle. Menurut teori Cressey, tekanan, peluang, dan rasionalisasi selalu hadir pada situasi fraud. Konsep fraud triangle diperkenalkan dalam literatur professional pada SAS No.99, Consideration of Fraud in a Financial Statement audit (Skousen et al., 2009).
Penggunaan analisis fraud triangle untuk mendeteksi adanya kecurangan dalam laporan keuangan sebelumnya pernah dilakukan antara lain oleh Cressey (1953), Turner et al. (2003), Lou dan Wang (2009), Skousen et al. (2009). Skousen et al. (2009) mengatakan bahwa Persons (1995) dan Kaminski, Wetzel, Guan (2004) mengembangkan model prediksi kecurangan menggunakan rasio keuangan, tetapi model tersebut mendapati tingkat kesalahan klasifikasi yang tinggi. Penelitian lainnya dilakukan oleh Beneish (1997) bahwa sales growth, leverage, dan total accruals dibagi dengan total assets berguna dalam mengidentifikasi pelanggar GAAP dan perusahaan yang secara agresif menggunakan dasar akrual untuk memanipulasi pendapatan (Skousen et al., 2009).
Atas dasar uraian di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada atau tidaknya kecurangan pada laporan keuangan dengan menggunakan faktor risiko tekanan dan peluang. Tidak digunakannya faktor rasionalisasi dikarenakan kasus-kasus yang terdapat pada annual report dan press release Bapepam tidak ada yang mencerminkan suatu keadaan di mana pelaku mencari pembenaran atas perbuatannya.

Variabel Penelitian :
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kecurangan Laporan Keuangan (Y), Stabilitas Keuangan (X1), Tekanan Eksternal (X2), Kepemilikan Manajerial (X3), Target Keuangan (X4), Efektivitas Pengawasan (X5).


Metode Penelitian :

Variabel kecurangan laporan keuangan dalam penelitian ini diukur menggunakan variabel dummy yang dikategorikan menjadi dua, yaitu kode 1 (satu) untuk perusahaan-perusahaan yang terbukti telah melakukan kecurangan (fraud) karena melakukan sejumlah pelanggaran terhadap peraturan Bapepam yang mengandung unsur fraud serta terkena sanksi dan kode 0 (nol) untuk perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan kecurangan (nonfraud).

Stabilitas keuangan merupakan suatu kondisi keuangan perusahaan dari kondisi stabil. Variabel stabilitas keuangan (X1) diproksi dengan menggunakan tingkat pertumbuhan aset (AGROW), yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
AGROW =  Total aset t – total aset t-1     x 100%
                                                                        Total aset t

Tekanan eksternal merupakan tekanan yang berlebihan bagi manajemen untuk memenuhi persyaratan atau harapan dari pihak ketiga. Variabel tekanan eksternal (X2), diproksi dengan rasio leverage (LEV). Rasio leverage ini didapat dari total hutang dibagi dengan total aset.

Kepemilikan manajerial (X3), diukur dengan dummy, kode 1 (satu) untuk perusahaan yang terdapat kepemilikan saham oleh orang dalam, kode 0 (nol) untuk sebaliknya.

Target keuangan (X4), diproksi dengan ROA, yang diukur dengan membagi laba setelah pajak tahun sebelumnya (t-1) dengan total aset yang dimiliki oleh perusahaan tahun sebelumnya (t-1).

Efektivitas pengawasan (X5), diproksi dengan proporsi komisaris independen (IND) yang diukur dengan membagi jumlah komisaris independen dengan jumlah total dewan komisaris di perusahaan tersebut.

Metode Analisis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis multivariat dengan menggunakan regresi
logistik (logistic regression) sebagai berikut:
FRAUD = α + β1 . AGROW + β2 . LEV + β3 . OSHIP + β4 . ROA + β5 . IND + β6 . SIZE + €
Keterangan :
FRAUD          : variabel dummy, kode 1 (satu) untuk perusahaan yang melakukan    kecurangan laporan keuangan, kode 0 (nol) untuk yang tidak
α                      : konstanta
β                      : koefisien variabel
AGROW         : tingkat pertumbuhan aset
LEV                : rasio leverage
OSHIP            : variabel dummy, kode 1 (satu) untuk perusahaan yang terdapat kepemilikan
saham oleh orang dalam, kode 0 (nol) untuk yang tidak terdapat
ROA               : return on asset (ROA)
IND                 : proporsi dewan komisaris independen
SIZE               : transformasi logaritma natural (Ln) dari total aset perusahaan i pada waktu t

€                      : error

Hasil Penelitian :
Berdasarkan hasil pengujian goodness of fit, besaran nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit sebesar 11,904 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,156 yang nilainya jauh di atas 0,05, sehingga dapat disimpulkan model dapat diterima atau model layak dalam menjelaskan variabel penelitian. Berdasarkan hasil pengujian kelayakan keseluruhan model perbandingan antara nilai -2Log Likelihood awal yang hanya memasukkan konstanta saja sebesar 85,950 dan nilai -2Log Likelihood akhir yang mengalami penurunan menjadi 67,090 dan berarti dalam model tanpa variabel angka -2Log Likelihood lebih besar. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penambahan variabel-variabel ke dalam model mampu memperbaiki model tersebut. Untuk koefisien determinasi menunjukkan nilai Nagelkerke’s R Square sebesar 0,350, yang berarti bahwa variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar 35% dan sisanya sebesar 65% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Prediksi ketepatan model juga dapat menggunakan tabel klasifikasi 2 x 2 menunjukkan bahwa tingkat prediksi model adalah sebesar 83,9%, di mana 87,1% fraud dan 80,6% nonfraud telah mampu diprediksi oleh model. Menurut prediksi, perusahaan yang tidak melakukan tindak kecurangan (0) adalah 31 perusahaan, sedangkan hasil observasi hanya 25 perusahaan, sehingga ketepatan klasifikasi adalah 80,6%. Sedangkan dalam memprediksi perusahaan yang melakukan tindak kecurangan (1) adalah 31 perusahaan, hasil observasi hanya 27 sehingga ketepatan klasifikasi adalah 87,1%. Untuk hasil pengujian multikolinearitas memperlihatkan bahwa tidak ada nilai koefesien antar variabel independen yang nilainya lebih besar dari 0,90, yang berarti tidak terdapat masalah multikolinearitas antarvariabel dalam model regresi.

Analisis Jurnal :
Hasil penelitian terhadap variabel stabilitas keuangan yang diproksikan dengan tingkat pertumbuhan aset (AGROW) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh faktor risiko stabilitas keuangan terhadap kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian terhadap variabel tekanan eksternal yang diproksikan dengan leverage (LEV) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh faktor risiko tekanan eksternal terhadap kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian terhadap variabel kepemilikan manajerial yang diproksikan dengan ada tidaknya kepemilikan saham oleh orang dalam (OSHIP) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh faktor kepemilikan manajerial terhadap kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian terhadap variabel target keuangan yang diproksikan dengan return on asset (ROA) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh faktor risiko target terhadap kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian terhadap variabel target keuangan yang diproksikan dengan return on asset (ROA) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh faktor risiko target terhadap kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian terhadap variabel efektivitas pengawasan yang diproksikan dengan proporsi komisaris independen (IND) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh faktor risiko efektivitas pengawasan terhadap kemungkinan kecurangan pelaporan keuangan.


Sumber :

            Daljono, Martantya. 2013. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Melalui Faktor Risiko Tekanan Dan Peluang. Journal, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang.